JAKARTA, SENIN -
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diminta turut mengawasi praktik promosi
dan etika bisnis dalam industri obat-obatan. Hal itu merupakan salah satu
rekomendasi dari diskusi KPPU bersama para pelaku industri farmasi di Gedung
KPPU, Jakarta, Senin (30/6). Anggota KPPU, Didik Akhmadi menjelaskan,
permintaan itu disampaikan berdasarkan analisa data harga obat dari
masing-masing klasifikasi obat, persaingan di industri farmasi ternyata tidak
bertumpu pada persaingan harga melainkan persaingan nonharga. Hal itu terlihat
dari volume revenue (penerimaan) masing-masing obat pada setiap klasifikasi
terapi yang menggambarkan harga obat yang rendah belum tentu menunjukkan volume
transaksi yang besar. "Sering terjadi adanya ’praktik kolutif’ antara
prinsipal obat dengan para dokter. Bahkan dalam tataran prakteknya, para dokter
justru mendapatkan diskon-diskon yang lebih besar dari pada
apotik,"katanya. Ia juga mengatakan dalam komponen harga obat ternyata ada
sekitar 20-40 persen yang diberikan kepada dokter sebagai bagian dari promosi.
"Padahal, seharusnya itu kan ada kode etiknya,"ujar dia.
Praktek tersebut menyebabkan ketidakseimbangan informasi tentang obat yang berakibat tidak rasionalnya penggunaan obat, tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. Kegiatan promosi yang demikian merupakan praktek persaingan usaha yang tidak sehat sekaligus membahayakan konsumen. Oleh karena itu, KPPU menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi yang muncul dalam diskusi bersama ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Departemen Kesehatan, perwakilan perusahaan farmasi, dan Komisi Etik Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi tersebut. "Usulan akan ditindaklanjuti oleh KPPU. Tapi, tentu perlu didapatkan dulu data-data yang kuat terkait dengan pelanggara-pelanggaran etik tersebut,"tuturnya. Didik mengungkapkan, dalam diskusi itu GP Farmasi menyampaikan bahwa asosiasi industri farmasi itu telah memiliki rancangan pakta integritas untuk mencegah praktek promosi yang tidak sehat itu.
"Jadi kalau ada satu anggota asosiasi yang melakukan penyuapan/kolusi dengan dokter, mereka akan ’menggebuki’ramai-ramai,"ujarnya. Selanjutnya, berdasarkan hasil diskusi itu KPPU akan menyusun saran dan pertimbangan kepada Presiden. Selain melakukan kajian kebijakan pemerintah terkait harga obat, KPPU juga melakukan kajian terhadap struktur industri farmasi dalam negeri. "Kajian untuk struktur industri itu masih sangat awal. Kami akan melihat, apakah industrinya semakin terkonsentrasi atau mengerucut pada beberapa pelaku saja, itu nanti kita selidiki," ujarnya.
Praktek tersebut menyebabkan ketidakseimbangan informasi tentang obat yang berakibat tidak rasionalnya penggunaan obat, tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. Kegiatan promosi yang demikian merupakan praktek persaingan usaha yang tidak sehat sekaligus membahayakan konsumen. Oleh karena itu, KPPU menyatakan akan menindaklanjuti rekomendasi yang muncul dalam diskusi bersama ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Departemen Kesehatan, perwakilan perusahaan farmasi, dan Komisi Etik Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi tersebut. "Usulan akan ditindaklanjuti oleh KPPU. Tapi, tentu perlu didapatkan dulu data-data yang kuat terkait dengan pelanggara-pelanggaran etik tersebut,"tuturnya. Didik mengungkapkan, dalam diskusi itu GP Farmasi menyampaikan bahwa asosiasi industri farmasi itu telah memiliki rancangan pakta integritas untuk mencegah praktek promosi yang tidak sehat itu.
"Jadi kalau ada satu anggota asosiasi yang melakukan penyuapan/kolusi dengan dokter, mereka akan ’menggebuki’ramai-ramai,"ujarnya. Selanjutnya, berdasarkan hasil diskusi itu KPPU akan menyusun saran dan pertimbangan kepada Presiden. Selain melakukan kajian kebijakan pemerintah terkait harga obat, KPPU juga melakukan kajian terhadap struktur industri farmasi dalam negeri. "Kajian untuk struktur industri itu masih sangat awal. Kami akan melihat, apakah industrinya semakin terkonsentrasi atau mengerucut pada beberapa pelaku saja, itu nanti kita selidiki," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar