Kamis, 29 Januari 2009 | 05:02 WIB
NEW YORK,
SELASA - Sebagian besar perusahaan AS memiliki pengawasan etika. Namun, dengan
adanya krisis ini, orang bertanya apa benar hal itu dimanfaatkan dengan baik. Kejadian
seperti kasus Bernard Madoff yang dituduh melakukan skema Ponzi, krisis
subprime mortgage, hingga pengeluaran berlebihan para eksekutif Merrill Lynch
membuat kepercayaan para investor melemah. Hasilnya, dana investor sebesar 6,9
triliun dollar AS menguap di pasar saham tahun lalu. ”Para investor tidak
memercayai perusahaan tempat mereka sebelumnya menanamkan dana.
Mereka
tidak memercayai laporan keuangan, audit, lembaga pemeringkat obligasi,” ujar
Steve Priest, Ketua Grup Etika Kepemimpinan, perusahaan konsultan yang telah
bekerja untuk 50 perusahaan terbesar di AS dan perusahaan lain di 40 negara. Diabaikannya
prosedur standar pengucuran kredit serta kurangnya permodalan turut menyebabkan
jatuhnya firma keuangan tua dan ternama di Wall Street, seperti Bear Stearns
dan Lehman Brothers. Ujungnya adalah pengucuran dana talangan pemerintah ke
perbankan sebesar 700 miliar dollar AS. Dampak lain, jutaan keluarga AS
mendapati dana simpanan pensiun mereka habis dan ribuan orang kehilangan
pekerjaan.
Kejadian
ini seharusnya memberi inspirasi agar perusahaan-perusahaan memperbaiki etika
bisnis mereka. Akan tetapi, ahli etika bisnis menyatakan, tidak semua
perusahaan menanggapi pesan ini. Kerry Francis, Kepala Divisi Investigasi
Perusahaan dari Deloitte Financial Advisory Services, menulis hasil survei yang
menunjukkan 63 persen eksekutif yakin penipuan akan meningkat dua tahun ke
depan karena resesi ini. ”Saya yakin penipuan akan terus terjadi. Pikiran
manusia memiliki kemampuan untuk memiliki perilaku buruk. Itulah sebabnya pengawasan
harus ditegakkan. Anda tidak dapat menjalankan perusahaan dengan pemimpin yang
menyatakan, saya memercayai para pegawai,” katanya. Alex Brigham, Direktur
Eksekutif pada The Ethisphere Institute, menyatakan, banyak perusahaan yang
hanya melakukan janji-janji mengenai etika perusahaan dan kepatuhan. Brigham
menyatakan, hal tersebut terbukti pada perusahaan asuransi raksasa, AIG.
Josseph Cassano, pimpinan Departemen Produk Keuangan AIG, tidak menyertakan
pegawai pada bidang ketaatan dalam rapat-rapat penting.
Citigroup
membatalkan penerimaan pesanan pesawat yang telah dipesan jauh sebelum krisis
finansial global terjadi. Citigroup mendapat tekanan dari Gedung Putih. Juru
bicara Gedung Putih mengatakan bahwa membeli pesawat mewah bukanlah tindakan
bijaksana. Selain tekanan dari Gedung Putih, Citigroup juga mendapat tekanan
dari para politisi yang menyatakan prihatin atas langkah Citigroup yang tahun
lalu menerima bantuan talangan dari pemerintah itu. Dengan pembatalan soal
pesawat tersebut, uang muka yang telah dibayarkan akan hilang. Akan tetapi,
uang tersebut dapat dikembalikan ke Citigroup jika pesawat itu terjual kepada
pihak lain kelak.
Hal itu
dikatakan oleh sumber yang paham dengan transaksi itu. Citigroup merencanakan
membeli pesawat mewah buatan Perancis, Dassault Falcon 7X, seharga 50 juta
dollar AS. Citigroup juga merencanakan mengurangi jumlah pesawat perusahaan
dari lima menjadi dua. Stimulus dibahas Acara dengar pendapat mengenai
rancangan paket stimulus akan dimulai Selasa waktu Washington. Obama berkunjung
ke Capitol Hill untuk bertemu dengan anggota DPR dan para senator dari Partai
Republik yang skeptis dengan rencana tersebut. Kubu Republik menginginkan
tambahan dana stimulus berupa pengurangan pajak dan pemberian insentif tambahan
pada paket stimulus ekonomi itu. Di sisi lain, mereka menginginkan pengurangan
anggaran pemerintah dari 550 miliar dollar AS. Rencana paket stimulus itu
berjumlah 816 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, akan dikucurkan dana sebesar
525,5 miliar dollar AS atau 64 persen melalui pengeluaran pemerintah dan dalam
bentuk pengurangan pungutan pajak dalam jangka waktu 16 bulan. Pekan lalu,
Direktur Anggaran Obama, Peter Orszag, mengatakan, pemerintah bertekad
mengucurkan setidaknya 75 persen dari paket stimulus pada 30 September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar