Selasa, 12 April 2011

tugas perekonomian

Quantcast
Anggaran negara (APBN) kedudukannya setara dengan undang-undang dan menjadi landasan operasional kebijakan pemerintah. Kedudukan APBN sebagai undang-undang harus tunduk pada amanat konstitusi, yaitu UUD 1945 dan dijalankan melalui UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UUKN). Menurut UUKN pasal 7 ayat 1, kekuasaan Menteri Keuangan atas pengelolaan keuangan negara harus ditujukan untuk mencapai tujuan bernegara. Mandat Konstitusi Dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa pemerintah Negara Indonesia berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia termasuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian Pasal 27, Ayat 2 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, termasuk mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28D Ayat 2). Pasal 28C Ayat 1 juga menegaskan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan (Pasal 31 Ayat 1) dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian maka setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah berkewajiban untuk membiayainya (Pasal 31 Ayat 2). Pemerintah juga berkewajiban untuk memenuhi hak untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk fasilitas pelayanan umum yang layak (Pasal 34 Ayat 3), hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H Ayat 1). Disamping itu setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat (Pasal 28H Ayat 3) dan Negara juga berkewajiban untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar seperti diamanatkan (Pasal 34 Ayat 1). RAPBN 2010; Paradigma Lama Sesuai mandat konstitusi, maka kedudukan anggaran negara sebagai instrumen kebijakan fiskal sebenarnya memiliki peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Peranan penting anggaran negara dalam perekonomian, mengharuskan kebijakan fiskal bisa menjalankan fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Melalui pelaksanaan ketiga fungsi utama kebijakan fiskal tersebut, perencanaan dan pengelolaan anggaran negara memainkan peranan yang sangat strategis dalam memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun sayangnya kebijakan anggaran belanja pemerintah masih belum beranjak dari paradigma lama yang terbukti gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah masih melanjutkan paradigma kebijakan yang hanya berorientasi mencapai pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pada pembiayaan yang diperoleh melalui sumber utang. Dengan cara pandang tersebut, maka kebijakan anggaran negara akan sulit diharapkan bisa berkontribusi dalam memajukan perekonomian nasional. Padahal kemajuan perekonomian nasional dibutuhkan untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan mengurangi kemiskinan. Tabel Ringkasan APBN 2005-2010 dalam miliar Rupiah
Keterangan 2009 2010
APBN RAPBN-P RAPBN
A. Pendapatan Negara dan Hibah 985,725.3 872,631.8 911,475.8
I. Penerimaan Dalam Negeri 984,786.5 871,640.2 910,054.3
1. Penerimaan Perpajakan 725,843.0 652,121.9 729,165.2
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 258,943.6 219,518.3 180,889.0
II. Hibah 938.8 991.6 1,421.5
B. Belanja Negara 1,037,067.3 1,005,673.6 1,009,485.7
I. Belanja Pemerintah Pusat 716,376.4 696,101.4 699,688.1
II. Transfer Ke Daerah 320,691.0 309,572.3 309,797.6
III. Suspen 0.0 0.0 0.0
C. Keseimbangan Primer 50,315.8 -22,991.0 17,584.7
D. Surplus/Defisit Anggaran (A – B) -51,342.0 -133,041.8 -98,009.9
E. Pembiayaan (E.I + E.II) 51,342.0 133,041.8 98,009.9
I. Pembiayaan Dalam Negeri 60,790.3 144,820.9 107,891.4
II. Pembiayaan Luar negeri (neto) -9,448.2 -11,779.1 -9,881.5
F. Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan 0.0 0.0 0.0
Sumber: Nota Keuangan Seperti bisa dicermati, dalam tabel Ringkasan RAPBN 2010, pemerintah menargetkan anggaran belanja yang jumlahnya mencapai Rp 1.009,5 triliun. Anggaran belanja tersebut meningkat sebesar Rp 3,8 triliun dibanding RAPBN-P 2009. Belanja negara tersebut terdiri dari Belanja Pemerintah pusat sebesar Rp 699,7 triliun. Didalamnya termasuk kewajiban pembayaran bunga utang yang dalam RAPBNP 2009, berjumlah Rp 110 triliun lebih. Jumlah tersebut meningkat pada RAPBN 2010 menjadi Rp 115,59 triliun. Untuk pembayaran utang di tahun 2010, belum termasuk cicilan pokok utang dalam negeri, pemerintah harus menganggarkan sebesar Rp 174,44 triliun. Sementara itu Pemerintah hanya bisa menganggarkan Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp 911,5 triliun untuk tahun 2010. Sebagian dari pendapatan itu akan mengandalkan kenaikan penerimaan perpajakan. Diantara penerimaan pajak, pemerintah mematok kenaikan penerimaan dari sumber Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak jenis ini dikenakan terhadap barang konsumsi dan berdampak menaikkan harga barang kebutuhan masyarakat. Dalam RAPBNP 2009, pemerintah menargetkan bisa meraih Rp 203,08 triliun dari penerimaan PPN. Pada tahun 2010, jumlah tersebut akan dinaikkan sebesar Rp 63,94 triliun menjadi Rp 267,03 triliun. Namun pendapatan yang bisa digalang pemerintah tersebut, jumlahnya masih belum bisa menutupi seluruh kebutuhan belanja. Dengan demikian anggaran untuk tahun 2010 masih akan defisit. Defisit Anggaran untuk tahun anggaran 2010 diperkirakan mencapai Rp 98 triliun. Konsekwensi dari defisit ini, pemerintah menargetkan bisa menutupinya lewat Pembiayaan Defisit. Pembiayaan tersebut berasal dari pembiayaan dalam negeri, sebesar Rp 107,9 triliun dan pembiayaan dari luar negeri (neto) diperkirakan sebesar negatif Rp 9,9 triliun. Pembiayaan yang dimaksud pemerintah tersebut adalah dengan cara mengandalkan penerbitan surat berharga negara, kemudian pinjaman luar negeri dan pinjaman siaga. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) akan dilakukan dengan cara menerbitkan surat berharga dalam berbagai variasi tenor, meliputi jangka panjang dan jangka pendek. Kemudian diikuti pula dengan diversikasi instrument seperti SUKUK, konvensional, GMTN, pembelian langsung, retail, “Samurai”, non-tradable bonds. Sedangkan untuk pinjaman luar negeri masih akan mengandalkan pinjaman program (dari Bank Dunia, ADB, IDB, Jepang & Perancis) dan pinjaman proyek, khususnya untuk kegiatan multi-year. Selain itu pemerintah juga akan mengandalkan pada pemanfaatan pinjaman siaga (2009-2010) yang berasal dari Bank Dunia, ADB, dan bilateral. Pilihan kebijakan pemerintah dalam RAPBN 2010, nampaknya semakin menjauh dari harapan untuk mensejahterakan rakyat, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Pemerintah lebih memilih untuk mempertahankan paradigma lama yang hanya berorientasi mencapai pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pada pembiayaan yang diperoleh melalui sumber utang. Nampaknya pemerintah juga sengaja menelantarkan kewajiban untuk memajukan perekonomian nasional yang dapat menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan mengurangi kemiskinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TWITTER

Menu

Recent Post